Breaking News

Korupsi Massal; Bonapasogit

ai Apa yang terjadi bila fanatisme persudaraan marga terjadi??? Hmmm munkgin dunia kana begitu damai, karena akan tercipta kolaborasi dan interaksi sosial yang akan membawa faedah dalam pembangunan sosial.

Dengan fantisme tersebut, gotong royong, marsiurupan, dos ni roha akan menhadi motivasi awal untuk kemajuan.

Namun di luar itu, fanatisme tersebut juga akan menyuburkan korupsi, bahkan memperparah tingkatnya menjadi korupsi halal dan korupsi massal.

Karena itu, daerah Bonapasogit merupakan wilayah tertinggal di Simatera Utara. Banyak orang Batak hidup di perantauan dengan makmur dengan menjabat sebagai pengacara dan aktivis sosial anti korupsi. Namun di daerahnya sendiri, korupsi meraja lela, bahkan mastarakatnya akan marah bila korupsi diberantas. Kenapa????

Bagaimana tidak marah, orang-orang yang melakukan korupsi tersebut adalah Tulang, Amangboru atau Uda, Amattaua yang menjabat sebagai Bupati, Wakil Bupati, Kepala Dinas, Kepala Sekolah, Pendeta, Ustad, Camat, Kepala Desa maupun kepala proyek.

Makksss..... mana mungkin membongkar korupsi mereka. Bisa-bisa si aktivis tersebut akan di "bal-bal" omaknya. (Baca: Inangna). Atau ditinju sama Bapaknya yang akan menuduhnya tidak sopan dengan Hula-hula atau Tondong.

Nah, makanya jangan heran dan jangan pusing sendiri bila melihat korupsi di Bonapasogit begitu mendarah daging dan berurat berakar. Walaupun korupsi itu sendiri bukanlah budaya Batak, melainkan Budaya luar yang terinfiltrasi ke masyarakat Batak melalui para Birokrat dan Pejabat Pusat yang ditugaskan di Tanah Batak.

Well, selamat menikmati "budaya" korupsi dan KKN. Yah kalau bisa jangan nampak kalilah, nanti kita yang orang Bonapasogit tarok dimana muka ini. Berikut sebuah langkah berani membongkar Korupsi BOS di Taput:

Medan (SIB)

Tim monitoring LSM Lembaga Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara
(LP2SU) temukan bukti-bukti dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Taput yang dilakukan dengan cara menggelembungkan jumlah murid beberapa sekolah dasar untuk mendapatkan selisih dana lebih ke kantong orang-orang tertentu.

Ketua LSM LP2SU M Donal Simanjuntak yang juga Ketua Tim monitoring melakukan investigasi ke Taput, kepada wartawan di Medan (19/2) mengatakan, telah ditemukan penggelembungan jumlah siswa sekolah dasar (SD) negeri dan swasta di Kecamatan Siborongborong, Taput sebanyak 432 orang yang tersebar di 18 sekolah dari 44 SD yang ada di kecamatan tersebut diduga dilakukan oknum Kepala Unit Pelaksana Tehnis (UPT) Drs SS.Dengan penggelembungan sebanyak 432 murid tersebut menurut Donal Simanjuntak, besarnya uang yang diperoleh Rp 50.760.000 per semester, dimana melalui evaluasi sementara tim monitoring LP2SU, diduga penggelembungan tersebut sengaja dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan adanya perilaku kurang baik.

“Laporan pengaduan berdasarkan bukti dugaan penyelewengan dana BOS tersebut telah kami kirimkan ke Kapolres Tapanuli Utara di Tarutung dan kita harapkan Kapolres melakukan tindakan tegas dengan mengusut secara hukum. LP2SU juga meminta kepada bupati Taput agar mencopot Drs SS dari jabatannya,” sebut Donal Simanjuntak.

Dijelaskan, dalam juklak BOS tentang tata tertib pengelolaan dana PKPS-BBM point D dinyatakan, tidak diperkenankan melakukan manipulasi data jumlah siswa dengan maksud untuk memperoleh bantuan yang lebih besar. Sehingga Drs SS dinilai tidak mentaati juklak tersebut.Menurut Donal Simanjuntak, hasil konfirmasi Tim monitoring LSM LP2SU dengan Drs SS, ia mengakui perubahan jumlah siswa tersebut berada di UPT dan pertambahan itu adalah kesilapan (salah) rekap atau salah ketik di UPT.Akan tetapi hasil evaluasi tim, kata Ketua LSM LP2SU itu, menunjukkan bahwa penambahan sebanyak 432 orang siswa tersebut tidak bisa dikatakan sebagai salah ketik melainkan unsur kesengajaan karena penambahan itu ada di 18 sekolah.

“Begitu pula dengan pengakuan Drs SS yang mengatakan telah dilakukan pengembalian kelebihan uang dana BOS itu ke bank. Kami dengan tegas mengatakan, uang tersebut bukan kelebihan melainkan penambahan jumlah siswa untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Sebab setelah mulai terungkap kasusnya, maka Ka UPT diduga menyuruh para kepala sekolah untuk mengembalikannya. UU Tipikor menyatakan pengembalian uang tidak serta merta menghapus tindak pidana yang dilakukan para koruptor, proses hukum tetap dilakukan kepada yang bersangkutan,” ujar Donal Simanjuntak.

Dijelaskan, pengelembungan sebanyak 432 siswa yang terdapat di 18 sekolah dari 44 SD tersebut masing-masing SDN 173271 Siborongborong diusulkan kepala sekolah 527 siswa, dalam rekap Ka UPT 557 terdapat penambahan 30 siswa, SDN 173272 Siborongborong (diusulkan 243, rekap 253, penambahan 10), SDN 173273 Siborngborong (190, 208, 18), SDN 173276 Hutasoit Pardomuan (298, 328, 30), SDN 173282 Simarompu-ompu (126, 156, 30), SDN 173301 Lumban Tonga-tonga (212, 240, 28), SDN 173302 Bahal Batu (236, 240, 4), SDN 173304 Lumban Holbung (110, 141, 31), SDN 173310 HUTAGINJANG (73, 98, 25), SDN 173283 Sianjur (132, 162, 30), SDN 173285 Pariksabungan (125, 143, 18), SDN 173287 Hutabulu (131, 156, 25), SDN 173289 Nagasaribu (64, 98, 34), SDN 173297 Sigumbang (236, 266, 30), SDN 176343 Hariara Silaban (78, 108, 30), SDN 177928 Purbasinomba (125, 149, 24), SDN 178213 Pearaja (59, 89, 30) dan SD Santa Lusiana Siborongborong (287, 292, 5).

Berdasarkan konfirmasi tim LSM LP2SU dengan sejumlah kepala sekolah di Siborongborong, menurut Donal Simanjuntak, data yang diusulkan para kepala sekolah adalah jumlah siswa sebenarnya sesuai format BOS dan dikirim ke Ka UPT kemudian data tersebut kembali direkap Ka UPT dan perubahan jumlah siswa baru diketahui para kepala sekolah setelah adanya pencairan dana di bank.

Ka UPT Pendidikan Siborongborong Drs Sunaryo Sipahutar ketika dikonfirmasi SIB melalui ponselnya, Rabu (22/2) menyebutkan, terjadinya selisih jumlah siswa di beberapa SD sehingga lebih banyak dari jumlah yang sebenarnya dalam berkas pengajuan penerimaan dana BOS merupakan kesalahan stafnya saat melakukan rekapitulasi jumlah siswa masing-masing sekolah.

Dikatakan, meski dengan selisih jumlah siswa tersebut telah membuat besarnya dana BOS yang mengalir ke masing-masing sekolah bertambah, tetapi tidak ada satu sekolah pun yang menyalah-gunakan dana tersebut sebab begitu diketahui adanya kebebihan, maka langsung diperintahkan kepada para kepala sekolah baik secara lisan maupun tertulis untuk segera mengembalikan kelebihan tersebut ke bank.

“Setelah kita cek ke lapangan dan ditemukan adanya perbedaan angka jumlah siswa dari yang sebenarnya sehingga membuat besarnya dana BOS bertambah, kami langsung menginstruksikan para kepala sekolah mengembalikan dana tersebut,” ujar Sipahutar sembari menambahkan dianya baru beberapa bulan menjabat sebagai Ka UPT Pendidikan Siborongborong yaitu sejak Juli 2006 lalu sehingga belum menguasai secara detil jumlah siswa masing-masing sekolah. (G7/m)
Selanjutnya