Breaking News

Kabupaten Humbang Hasundutan

WILAYAH Tapanuli Utara banyak mengalami pemekaran dan pembagian sepanjang perjalanan sejarahnya. Dairi merupakan wilayah pemekaran pertama dari kabupaten induk (1956), kemudian disusul Toba Samosir (1998) serta terakhir Humbang (2003) yang dimekarkan melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003. Kabupaten Humbang mendapat daerah yang kaya potensi hasil warisan kabupaten induk.

SEBENARNYA wilayah Humbang, pada zaman penjajahan Belanda menjadi daerah administrasi dengan nama Onderafdeling Hoofdvlakte van Toba dengan ibu kota Siborong-borong. Setelah kemerdekaan tahun 1947 Humbang menjadi kabupaten yang beribu kota di Dolok Sanggul bersama kabupaten Silindung, Toba Samosir, dan Dairi. Baru pada tahun 1950, keempat kabupaten dilebur menjadi Kabupaten Tapanuli Utara. Sejak saat itu wilayah Humbang berada di bawah naungan Taput.

Selama setengah abad, bagian utara Taput berada cukup jauh dari pusat pemerintahan Taput di Tarutung. Banyak sumber daya alam yang dimiliki Humbang. Namun, potensi itu tidak dikembangkan secara maksimal oleh kabupaten induk. Kondisi ini mendorong Humbang memekarkan diri menjadi kabupaten otonom.

Potensi Humbang di antaranya tanaman kopi. Fluktuasi peningkatan produksinya dari tahun ke tahun tidak besar, hanya meningkat 4-5 persen. Begitu juga produktivitas per tahun yang tidak pernah mencapai satu ton tiap hektar. Agaknya, inilah yang menjadi penghambat kemajuan perkebunan kopi di Humbang. Dinas Pertanian mengupayakan peremajaan dengan membagikan tujuh juta bibit kopi gratis.

Hambatan lain adalah sampai saat ini belum ada investor yang mengolah perkebunan kopi di Humbang. Setelah masa panen September-Maret, biji kopi kering dibawa ke Medan melalui pelabuhan Belawan untuk diolah industri kopi. Untuk memperpendek jalur distribusi, akan dibangun industri pengolahan kopi di Siborong-borong, Tapanuli Utara.

Sangat disayangkan jika potensi warisan kopi ini diabaikan. Kopi lintong, produksi kopi Humbang, cukup ternama di mancanegara. Kopi lintong diakui sebagai kopi istimewa oleh asosiasi kopi Amerika. Kopi jenis arabika ini merupakan salah satu kopi asli Indonesia yang bermutu tinggi dan terkenal kekentalannya.

Berbeda dengan kopi yang dibudidayakan di seluruh kecamatan, kemenyan belum dibudidayakan secara meluas. Kemenyan hanya ada di Dolok Sanggul, Bakti Raja, Pollung, Onan Ganjang, Sijama Polang, Pakkat, Parlilitan, dan Tarabintang. Proses pemeliharaannya masih tradisional. Meski begitu, produksi kemenyan tahun 2003 meningkat dua persen dari tahun sebelumnya.

Tanaman bahan baku kosmetika, wangi-wangian, rokok, dan obat-obatan ini mempunyai rantai distribusi yang jelas. Dari petani langsung ditampung pedagang pengumpul, selanjutnya disalurkan ke industri pengolahan di Jawa Tengah. Namun, petani tidak punya kesempatan menjual kemenyan ke pihak lain. Harga jual pun sempat mencapai titik terendah Rp 20.000 per kilogram pada kurun waktu 1994-1995. Sekarang harganya Rp 55.000 per kilogram.
Sebenarnya tanaman perkebunan lain masih cukup banyak, seperti karet, kelapa, kakao, cengkeh, kulit manis, kemiri, kelapa sawit, tebu, jahe, dan aren. Tetapi, semua itu belum diusahakan secara komersial. Tidak mengherankan jika perkebunan pada 2002 hanya menyumbang kegiatan ekonomi Rp 56 miliar. Padahal, perkebunan masih mempunyai cadangan lahan 25.380 hektar yang belum dikembangkan.

Justru pertanian tanaman pangan yang menjadi kontributor terbesar kegiatan ekonomi. Pada tahun 2002 lapangan usaha ini memberi kontribusi Rp 401 miliar atau hampir 50 persen total kegiatan ekonomi, dengan dukungan 80 persen penduduk yang bekerja di pertanian tanaman pangan. Komoditas andalan tanaman pangan bukan padi, melainkan tanaman hortikultura buah dan sayur.

Produksi kentang sebagai unggulan hortikultura sayuran 2.806 ton tahun 2003. Kentang tipe granola digunakan sebagai bahan baku keripik kentang di Pematang Siantar. Adapun dari hortikultura buah, jeruk menjadi andalan dengan primadona jeruk madu. Jeruk yang daging buahnya berwarna oranye kemerahan dan rasanya sangat manis ini tahun 2003 menghasilkan 160 ton, meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya. Selain itu, unggulan lainnya adalah kubis, wortel, cabai, sawi, tomat, durian, dan salak.

Potensi lain di Humbang Hasundutan adalah peternakan. Kontribusinya pada kegiatan ekonomi 2002 cukup besar, Rp 144 miliar. Pengembangan ternak babi sangat diminati masyarakat. Hal ini terkait penggunaan daging babi untuk keperluan adat. Populasinya tahun 2003 mencapai hampir 15.000 ekor dengan rata-rata pertumbuhan 1,9 persen tiap tahun. Selain memberi kontribusi pada kegiatan ekonomi, ternak juga memberi kontribusi pada pendapatan asli daerah-meski pada target APBD 2004 retribusi rumah potong hewan Dolok Sanggul hanya memberikan sumbangan tujuh persen.

Potensi sumber daya alam yang dimiliki tidak akan ada artinya jika beberapa prasarana, kualitas, dan kuantitasnya belum memadai. Seperti prasarana listrik. Dari 116 desa, 39 desa belum tersentuh pelayanan listrik PLN.

Padahal, di Dolok Sanggul ada Pembangkit Listrik Tenaga Air Aek Silang yang melayani kebutuhan listrik Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Begitu juga dengan prasarana telekomunikasi. Sampai saat ini hanya Kecamatan Dolok Sanggul dan Lintong Nihuta yang terjangkau pelayanan telekomunikasi. Prasarana jalan untuk memperlancar kegiatan ekonomi kondisinya juga tidak baik. Dari 1.007 kilometer panjang jalan, hanya 50 persen yang baik.