Breaking News

Ompu Sabongan Mangolat

Menurut sejarah Batak bahwa asal muasal Batak berasal dari Sianjur Mula-mula di Limbong Samosir kaki Dolok Pusuk Buhit kampung Parik Sabungan, Huta Sijambur. Jadi asal mula si Raja Batak adalah Sianjur Mula-mula atau Sianjur Mula Tompa yang membelakangi pegunungan dan menghadap Toba. Turunan si Raja Batak banyak yang merantau ke negri seberang bermukim di sana hingga beberapa generasi dan menjadikan tempat tinggalnya menjadi “BONA BASOGIT “ (Kampung Halaman).

Sampai kepada generasi kita sekarang banyak turunan Batak yang pergi merantau hingga beranak cucu di tempat yang ia tuju.

Banyak faktor dan alasan yang menyebabkan banyak orang Batak meninggalkan kampung halamannya, ada yang disebabkan pertengkaran, kesalahan serta atas kehendak sendiri.

Si Raja Batak sangat terkenal , ada yang jadi guru maupun jadi dukun. Ada juga di antara mereka yang sifatnya jahat.

Tentang kepergian Ompu Sabongan Mangolat, sangat berbeda seperti alasan beberapa orang yang disebutkan di atas. Ompu Sabongan Mangolat sangat menyayangi putrinya. Yang ,,,,,,,,,,,,,,,, Sabungan Mangolat adalah Ompu So Haginjangan , nama ini yang dikenal bagi mereka yang tinggal di Pangaribuan.

Ompu So Haginjangan sangat terkenal dan banyak ilmu sampai ia digelari :”SI TAMBANG DUA RIBU – SI SONGSONG DUA RATUS”.

Ompu So Haginjangan mempunyai seorang adik perempuan yang bernama “ SINDAR MATA NI ARI “, parasnya sangat cantik dan baik hati. Ompunta So Haginjangan tinggal di Pangururan, dekat kampung Onan Runggu, Sosor pasir kampung Toga Pakpahan.

Toga Pakpahan mempunyai tiga orang anak, anak nomor dua bernama Parhuta Namora (Mora), Mora mempunyai seorang anak yaitu Parbona Raja yang mempunyai tiga orang anak yaitu : Panulampak, Datu Ronggur Diaji, porhas Manjunging. Datu Rongur Diaji ini yang dinamakan marga PAKPAHAN si ALA LALI, dan ini lah yang mengawini adik perempuan Ompu So Haginjangan yaitu Sindar Mata Ni Ari br Sigalingging dan mereka tinggal di Pangaribuan.

Datu Rongur Diaji adalah dukun besar, ia sering bepergian ke kampung lain untuk memperkenalkan kepintarannya bisa sampai berbulan-bulan, sementara Sindar Mata Ni Ari mempunyai keahlian bertenun .

Suatu ketika ketika Sindar Mata Ni Ari bekerja, dia selalu memperhatikan dua ekor elang yang sedang berkelahi. Kadang-kadang elang tersebut bertengger di pohon Bacang di mana Sindar Mata Ni Ari selalu bertenun. Burung elang tersebut saling patuk mematuk dari pagi hingga sore hari. Ketika hendak pulang ke rumah Sindar Mata Ni Ari sempat membersihkan badannya ke : “Mual Si Mata Ni Ari” (Air Si Mata ni Ari), sekalian mau mengambil air untuk dibawa kerumah. Tiba-tiba seekor elang yang sedang berkelahi tadi jatuh persis di depan Sindar Mata Ni Ari, kemudian ia menutup elang tersebut dengan kain sarung. Menurut adat istiadat yang berlaku, elang yang ditangkap Sindar Mata Ni Ari harus diberikan kepada Abang suaminya atau kepada Mertuanya agar mereka memasaknya. Setelah daging burung elang tersebut masak kemudian mertuanya memberi bagian berupa : kaki dan sayap kepada Sindar Mata Ni Ari. Sindar Mata Ni Ari sangat kecewa dengan pemberian abangnya, padahal ia yang mendapat burung elang tersebut. Ia beranggapan bahwa ini terjadi karena suaminya tidak berada di rumah, lantas ia menyimpan daging burung tersebut di dekat tungku masak. Perasaan Sindar Mata Ni Ari sangat terpukul, perlakuan abangnya ini sangat di luar adat, namun dia tidak berani mengatakannya.

Setelah Datu Ronggur DiAji pulang dari perantauan, Sindar Mata Ni Ari menyiapkan makanan suaminya, ia memberikan daging burung elang yang diberikan abangnya. Melihat makanan yang tersedia perasaan Datu Ronggur Di Aji berkecamuk, ada apa gerangan yang terjadi hingga lauk-pauk hanya ini ?. Namun Datu Ronggur Diaji tetap makan. Setelah mereka selesai makan, kemudian Sindar Mata Ni Ari menceritakan perihal burung elang yang ia dapat serta ‘sayap dan kaki” yang diberikan oleh abanya. Mendengar cerita tersebut Datu Ronggur Diaji kaget dan beranggapan bahwa perlakuan Bapak serta abangnya tidak pantas. Sejak saat itu Datu Ronggur Diaji berencana untuk pergi dari kampungnya. Datu Ronggur Diaji beserta istrinya telah sepakat untuk pergi ke kampung lain, adiknya yaitu Porhas Marjunging juga turut ikut.

Sebelum mereka berangkat terlebih dahulu mereka permisi dengan pihak keluarga Sigalingging. Mereka berangkat dari Pulau Samosir menggunakan sampan. Dari hari ke hari, bulan ke bulan perasaan Ompu Sohaginjangan dan Parbona Raja Pakpahan sangat khawatir. Sampai terdengar kabar bahwa keluarga Datu Ronggur Diaji tinggal di Parulubang di Purbatua. Melawan musuh Nainggolan dan dia menang disitu. Kemudian Ompu Sabungan Mangolat pergi ke Purbatua Parsoburan untuk menjumpai keluarga Datu Ronggur Diaji.

Ternyata Datu Ronggur Diaji tidak tinggal di Purbatua, walaupun dia telah menikah dengan Boru Nainggolan. Datu Ronggur Diaji langsung pergi ke Lobu Siregar menjumpai Sindar Mata Ni Ari dengan demikian Ompu Sabungan Mangolat tidak bertemu dengan Datu Ronggur Diaji. Ompu Sabungan Mangolat tidak bosan-bosannya mencari Datu Ronggur Diaji, dari kampung satu kekampung yang lain hingga ke Angkola – Habinsaran. Di Angkola Ompu Sabungan Mangolat tinggal disini ( Sibalanga ) sambil menunggu kabar keberadaan Datu Ronggur Diaji. Sementara itu Datu Ronggur Diaji terus berjalan dari kampung yang satu ke kampung yang sambil menunjukkan kepintarannya dan membantu orang-orang yang membutuhan pertolongannya. Hingga mereka sampai ke Pangaribuan dan menetap disini.


Selanjutnya

Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini