Sejarah O. Bada ini dibuat dengan tulisan tangan St. Johan Sahala Tua Banuarea dengan gelar O. Jonaris Banuarea para tahun 1987. Buku sejarah O. Bada ini sangat bermanfaat dan banyak memberikan informasi yang sangat penting terutama bagi keturunan O. Bada.
Di samping ke enam marga tersebut di atas masih ada lagi marga Boangmenalu dan Bancin yang juga merupakan keturunan O. Bada.
Menurut data yang diperoleh oleh penulis bahwa O. Bada berasal dari Barus kemudian melaksanakan perjalanan, mengembara dan terakhir berdomisili di Parmonangan Pakkat.
TENDANG Asal muasal nama Tendang bermula ketika O. Bada bermukim di tepi Lae (sungai) Sinendang di daerah Boang Aceh Selatan. Hulu Lae Sinendang berasal dari Pakkat Sienemkuden dan Simsim. Karena anak pertama O. Bada lahir di tepi Lae Sinendang maka anak pertama tersebut diberi dengan nama TENDANG.
REA
Perkampungan O. Bada menggunakan benteng dengan parit keliling. Di depan perkampungan dibuat gerbang masuk yang disebut dalam bahasa Pakpak Pentu Rea, sedangkan di bagian belakang dibuat pintu keluar yang dalam bahasa Pakpak disebut Ekur – ekur. Pada suatu hari istri O. Bada merasa akan melahirkan sehhingga ia buru-buru pulang dari ladang. Sang ibu tidak sempat sampai keperkampungan dan lahirlah si bayi laki-laki di pintu gerbang masuk (Pentu Rea) perkampungan itu. Oleh karena itu nama putra itu disebut REA, yang kemudian menjadi BANUREA (tanpa a setelah huruf u) dan umumnya disebut BANUAREA .. Daerah asal Banuarea adalah Kec. Salak , Kab Dairi. MANIK.
Manik yang dimaksud pada uraian ini adalah MANIK PAKPAK yaitu dari daerah Kecupak dan Pengindar Kec. Salak, Kab. Dairi. Oleh karena itu sering disebut MANIK KECUPAK dan MANIK PENGIDAR berdasarkan asal muasalnya.
Pada saat ibundanya mengandung , O. Bada bertanya kepada istrinya siapakah kelak nama anak bila dilahirkan. Sang istri mengatakan si Polan, tetapi O. Bada tidak sepakat. Demikian juga bila sang suami mengajukan nama, maka sang istri tidak setuju. Sampai suatu ketika sang bayi lahir dan mereka saling bertanya siapa nama bayi ini. Si ibu berkata : itulah pada saat dia di “Kurungen Manik” (dalam kandungan), kita setuju sepakat namanya siapa. O. Bada menangkap dan merenungkan perkataan “MANIK”. Dia berkata kepada istrinya karena di kurungen manik kita belum sepakat maka setelah lahir dari kurungen manik kita beri dia bernama “MANIK”
PERMESAWARI Satu-satunya putri O. Bada adalah Permesawari kemungkinan kata berasal dari kata Permaisuri. Permesawari mempunyai dua anak yaitu : NALU yang kelak menjadi Boangmenalu tinggal di Salak Penanggalen Kampung Kuta Tengah, Kuta Payung, Kuta Jojong, Kec Salak Kab Dairi. Anak ke dua bernama BANCIN yang tinggal di Penanggalen Mbinanga Boang Kec. Salak dan Penanggalen Jehe di Boang Aceh Selatan (Lipat Kajang).
BRINGIN Pada suatu hari O. Bada pergi ke ladang untuk mencari sesuatu. Sekembalinya dari ladang di halaman rumahnya dia melihat tumbuh pohon bringin. Bringin itu menjadi pembicaraan dan pada saat itulah lahir anak O. Bada. Akhirnya bayi yang baru lahir tersebut diberi nama BRINGIN.
GAJAH Pada sat istri O. Bada akan melahirkan anaknya, O.Bada didatangi rombongan gajah. Rombongan gajah ini tidak merusak perkampungan hanya lewat saja dan pada saat itu lahirlah sang bayi. Peristiwa itu menjadi kenangan bersejarah maka dinamakanlah anak yang baru lahir itu si GAJAH.
BRASA
Pada saat sang bayi lahir, O. Bada mendapatkan hasil buruan seekor babi hutan yang sangat besar dalam bahasa Pakpak disebut “Uangkah Brasa” sehingga bayi yang baru lahir disebut “BRASA”.
RIWAYAT O. BADA Tulisan ini diperoleh dari Jater Usen Gajah (Op. Dian Damai ) dari Pasar Onan Manduamas.
Mpu Bada berasal dari Toba Pulau Samosir. Nama aslinya Sigorak Sigalingging sedangkan nama perantauan Mpu Bada , karena timbulnya perselisihan ( Mar bada) dengan adiknya Tambolang dan Parhaliang, terpaksa lari malam kemudian menukar nama agar jangan diketahui dimana ia berada. Di Samosir kawin dengan boru Sakkaraer (kemungkinan yang dimaksud adalah boru Naibaho Takkarain) anaknya di Samosir ada dua orang yaitu Juara Gajah dan Ucok
Sigorak merantua ke Dolok Sanggul dan kemudian kawin dengan boru Purba dan mendapat tanah warisan di si Risi-risi dan mempunyai keturunan di daerah ini. Ompu Sigorak kemudian merantau ke Barus dan kawin dengan boru Sultan Barus marga Pohan. O. Bada sanggup membunuh burung garuda dengan cara membuat lubang bulat seperti gua dan menyalakan api di dalam gua tersebut. Kemudian burung garuda datang dari arah laut untuk mencari makanan seperti : kerbau, kambing, manusia dll. Asap api yang mengepul dari mulut gua menarik perhatian burung garuda, asap api disambar, pada saat disambar O. Bada menebas leher burung tersebut, tujuh kali disambar tujuh kali lehernya ditebas. Akibatnya burung tersebut mati dan jatuh kedalam sungai , akibat bangkai burung garuda yang membusuk selama 6 bulan air sungai berbau busuk maka sungai tersebut diberi nama Aek Busuk hingga sekarang.
Raja Barus berjanji siapa sanggup membunuh burung garuda itulah jadi menantunya. O. Bada resmi menantu Raja Barus yang bermarga Pohan. Di Barus ia diberi tanah pembagian yang terletak di batas Barus hingga ke sebelah Cup-cup lae Cinendang sampai batas pasang surut pinggir laut. Di daerah ini tinggal ke enam anak O. Bada.
Batas tanah O. Bada dengan Barus Ranggitgit ditanami dengan giro-giro. Tumbuhan giro-giro ditanam lurus mulai dari pinggir laut hingga ke kaki gunung yang terletak dikampung si Rami-ramian. Batas ke gunung ditanami dengan kayu berdaling-daling yang disebut “Paluan Daling” sampai ke puncak gunung. Batas ke tanah Rambe yaitu turun ke bawah di kampung Adian ditanami sampilpil hingga ke tolping. Di daerah ini katak siang malam bersuara terus menerus sehingga di sebut Kerrak-kerrak. Batas tanah dengan Marbun ditanami dengan bulu aor yang berbaris-baris. Batas tanah dengan meka Mungkur Namo merupakan perjanjian antara Homang dengan Manusia ditanami dengan hotang sosa sampai ke gunung Lempurrah dan berbatas dengan tanah Berutu di Lae Cinendang.
Selanjutnya
Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini