KOSMOLOGI BATAK
Hasilnya, lahirlah ADAT, fenomena yang penting dalam kehidupan masyarakat Batak berbanding epistomologi agama. Adalah tidak keterlaluan untuk dinyatakan bahawa masyarakat Batak secara umumnya memperoleh hampir kesemua fahaman spiritualnya dari India, terutamanya Hinduisme. Faham Hindu - Batak (pengadunan Hinduisme dengan kepercyaan lokal) kemudiannya merebak ke tempat-tempat lain di Indoensia.
Kata LOEB, antara beberapa elemen Hindu yang terdapat dalam kepercayaan Batak ialah ide PENCIPTA dan CIPTAAN, stratifikasi surga (LANGIT), kebangkitan surga (langit), nasib atau kedudukan roh selepas seseorang meninggal dunia, pengorbanan binatang, dan shamanisme (trans atau rasuk).
Faham spiritual masyarakat Batak membagi alam - dunia kosmos (secara kosmologi dan kosmogoni) menjadi 3 bagian yang meliputi alam Tuhan (kedewaan) sampai konsep roh meliputi kepercayaan tentang hantu, iblis dan nenek moyang. Stratifikasi faham tersebut mirip salah satu dari faham Hindu.
1. Bagian atas adalah tempat Tuhan dan Dewa.
2 Bagian tengah (dunia) untuk manusia
3 Bagian bawah (bawah bumi) untuk si 'mati': hantu, syaitan, iblis dan sebagainya.
Masyarakat Batak mempercayai pemahaman banyak Tuhan. Tuhan yang paling agung atau tertinggi ialah 'Mula Djadi Na Bolon' - permulaan awal dan maha, atau 'Dia yang mempunyai permulaan dalam diri-Nya'. Konsep ini mempunyai persamaan dengan konsep 'Brahman' atau Kala Purusha Hindu. 'Mula djadi na bolon' berbentuk personal bagi masyarakat Batak dan tinggal di surga. Ia juga memiliki atribut-atribut 'maha kebal' (immortality) dan 'maha kuasa' (omnipotence), justru berupa pencipta segalanya dalam alam termasuk Tuhan. Artinya 'Mula djadi na bolon' maha HADIR pada segala ciptaan. Dengan konsep Mula djadi na bolon - Tuhan Yang Maha Besar, masyarakat Batak secara pragmatik akrab dengan konsep Debata na tolu (TIGA TUHAN) atau apa yang dipanggil Tri-Murti atau Trinity dalam kosmologi Hindu.
Tiga pribadi dari Debata Na Tolu ialah BATARA GURU, SORIPATA dan MANGALABULAN. Batara Guru disamakan dengan Mahadewa (Shiva) sedang Soripata disamakan dengan Maha Vishnu. Namun Mangalabulan mempunyai sejarah kelahiran yang agak kabur dan tidak menunjukkan adanya persamaan dengan imej-imej kosmologi Hindu.
Antara tiga pribadi ini, Batara Guru mempunyai kedudukan yang tertinggi dan utama di kalangan masyarakat Batak, kerana sifatnya sebagai pencipta dan sekaligus pahlawan yang mengajar (guru) kebudayaan, kesenian dan adat masyarakat bagian utara P. Sumatra ini. Mangalabulan sebaliknya adalah pribadi yang agak kompleks kerana di balik memberi rahmat dan melakukan kebaikan dan kebajikan, Mangalabulan juga melakukan kejahatan atas dasar adanya permohonan, dan dipercaya sebagai Tuhan pujaan dan pelindung bagi perompak dan pencuri - penjarah secara umum. Disamping tiga pribadi utama ini - Debata Na Tolu, masyarakat Batak juga memuja banyak debata (dewata) atau Tuhan yang lebih rendah derajatnya, misalnya debata idup (Tuhan Rumah), boraspati ni tano (spirit bumi/tanah) dan boru saniang naga (spirit air), Radja moget pinajungan (penjaga pintu syurga), Radja Guru (menangkap roh manusia) - tugasnya sama seperti malaikat Izarail dalam epistomologi Islam atau Yama dalam Hindu.
Debata berasal dari kata Sanskrit - deivatha. - Dalam epistomologi Batak, debata merujuk pada arti Tuhan. Masyarakat Batak, seperti masyarakat Hindu, menerima kehidupan dalam nada dualitas. Kebaikan dan kejahatan saling wujud dalam kehidupan, dengan kebaikan menjadi buruan ultimat manusia. Debata yang jahat bagi masyarakat Batak ialah Naga Padoha yaitu debata yang tinggalnya pada tempat paling bawah dalam hieraki tiga alam - iaitu di bawah bumi. Bersama-sama Naga Padoha ialah cerita bagaimana anak Batara Guru, Baro Deak Pordjar yang enggan mengadakan komunikasi dengan Mangalabulan di langit, turun ke lautan primodial (sebelum bumi dicipta).
Ketika Batara Guru mengetahui kejadian ini, dia mengirim segenggam tanah lewat burung layang-layang untuk menaruh tanah itu pada di laut primodial. Hasilnya terciptalah bumi untuk kemudian dicipta pula tumbuhan dan binatang. Hasil dari hubungan anak Batara Guru dengan seorang tokoh dari langit tadi (dihantar oleh Batara Guru) lahir manusia dengan seluruh keturunannya. Naga Padaho yang asalnya berdiam di laut primodial ini semakin lama semakin sempit tempat (ruang) kedudukannya karena pembentukkan dan perkembangan bumi dari masa ke masa. Kerana keadaan ruangan yang semakin sempit ini maka setiap gerak tubuh Naga Padaho menimbulkan gempa bumi.
Mitologi ini selaras dengan konsep fatalistik Batak bahwa dunia akan hancur pada satu saat nanti, apabila Naga Padaho mampu membebaskan diri dari himpitan Batara Guru. Lee Khoon Choy, dalam bukunya "Indonesia Between Myth and Reality" menceritakan asal usul dunia yang berbeda. Menurut Lee, pada awalnya terdapat satu Tuhan iaitu Ompung Tuan Bubi na Bolon - Tuhan omnipresent dan omnipotent. Ompung bermakna 'moyang'. Semasa dia, Ompung Tuan Bubi na Bolon bersandar pada sebatang pohon banyan (beringin atau wiringin), ranting yang rapuh patah dan jatuh ke dalam laut.
Ranting rapuh ini menjadi ikan dan hidupan air yang lain. Kemudian jatuh lagi ranting dan terciptalah serangga. Ranting ketiga yang jatuh berubah menjadi binatang seperti rusa, monyet, burung dan sebagainya. Kemudian disusul dengan penciptaan kerbau, kambing, babi hutan dan sebagainya. Hasil dari perkhawinan dua ekor burung yang baru dicipta yaitu Patiaraja (lelaki) dan Manduangmandoing (perempuan) merupakan permulan penciptaan manusia dari telur Manduangmandoing ketika terjadi gempa bumi yang dasyat. Meskipun berbeda dengan Loeb, mitos asal usul yang dibawa oleh Lee memperlihatkan persamaan dasar - asal usul manusia dari telur dan pengaruh gempa bumi akibat gerakan tubuh si Naga Padoha.
Dilihat dari mata kasar, kisah asal usul ini berupa mitos yang tidak dapat diterima akal tetapi kekayaan mitos ini termasuk juga berupa alegori yang kaya dengan persoalan mistis, bila dilihat dari perspektif intrinsik - hampir sama seperti peperangan dalam Mahabaratha dan Ramayana. Apabila dikiaskan dengan mistis Hindu-Buddha, Naga padoha adalah tidak lain adalah Kundalini si naga bumi yang berkedudukan pada jasad manusia (dekat anus / catatan: menurut sonywongso adalah cakra sex karena letaknya antara anus dan kelamin).
Dalam epistomologi Vaishnava (salah satu mazab Hindu), avatara Maha Vishnu - Krishna Paramatma melawan Naga Kaliya, yang akhirnya tunduk kepada Krishna Paramatma. Secara intrinsik, alegori ini mengisahkan kejayaan Krishna Paramatma mengalahkan nafsu (dilambangkan oleh naga/ular). Kalau Naga Padoha adalah Kundalini, bumi adalah jasad mansia, sedangkan Batara Guru adalah roh atau debata atau tondi yang hadir bersama-sama manusia ketika dicipta. Simbol Naga (Ular) dalam mitologi Batak sifatnya adalah universal . Dalam epistomologi agama-agama Semitic, kita dapati watak ular diberikan warna hitam (jahat).
Kisah pembuangan Adam dan Hawa ke bumi adalah akibat hasutan ular terhadap Hawa yang kemudian menggoda Adam dengan kelembutannya. Ironinya, masyarakat Batak percaya suatu masa nanti dunia akan hancur apabila Naga Padoha bangun memberontak. Tetapi, selagi rahmat dan bimbingan Batara Guru masih ada pada manusia, maka mereka tetap dapat menundukkan Naga Padoha dan hidup dalam harmoni. Tidak mengherankanlah bila Batara Guru menjadi debata paling tinggi bagi masyarakat Batak bahkan Nusantara umumnya.
Koding, seorang sejarahwan lainnya berpendapat terdapat banyak kemiripan unsur antara mitologi Batak dengan Hindu. Boru Deak Pordjar - anak Batara Guru adalah Dewi Saraswati dalam Hindu. Batara Guru disamakan dengan Mahadewa (Shiva) dan juga dengan Manu - manusia pertama di bumi. Brahma dipersonifikasikan dengan watak Svayambhu - artinya dia yang mencipta wujud dirinya sendiri.
'Telur dunia emas' dari mana asalnya Svayambhu sebagai Brahman dan mencipta manusia dan Tuhan (tradisi Hindu), diubah sesuai dalam mitologi Batak dari tiga biji telur, dari setiap satunya lahir satu Tuhan. Justeru, ayam (bhs Batak: manuk) yang melahirkan telur ini dianggap utama dalam kedudukan mitologi spiritual masyarakat Batak. Telur manuk (ayam) ini, dalam tradisi Tantrik disebut 'salangram' atau speroid kosmik. 'Roh' adalah elemen terpenting agama dan adat masyarakat Batak. Konsep supernatural hampir-hampir tidak muncul di sini.
Konsep yang dominan di kalangan masyarakat Batak ialah TONDI. Menurut Warneck, otoritas unggul kajian tentang masyarakat Batak, ialah tondi 'spirit' (tenaga halus), 'roh manusia', 'INDIVIDUALITAS MANUSIA' yang wujud sejak manusia berada dalam rahim ibunya lagi. Pada saat itu ia menentukan masa depan anak yang bakal lahir. Tondi wujudnya mirip badan dan sekali waktu meninggalkan badan. Bila ditinggal tondi badan orang tersebut bisa jatuh sakit.
Untuk itu, upacara korban dilakukan seseorang untuk menjaga tondinya agar sentiasa berada dalam keadaan baik. .Semua orang mempunyai tondi tetapi kekuasaan tondi dari masing-masing orang berbeda satu sama lain. Hanya tondi tokoh-tokoh besar dan utama kedudukannya dalam masyarakat mempunyai sahala - kuasa supernatural (luar biasa atau semangat/keramat). Logika akan perbedaan ini sama dengan konsep fatalistik Hindu, yang beranggapan bahwa segala kesusahan hidup telah ditetapkan sebelum lahir dan tidak bisa dihindari. Kerana kelahiran adalah dalam kedudukan baik maka tondinya juga akan berada dalam kedudukan yang baik (berkuasa). Bilangan tondi yang terdapat pada seseorang bervariasi dari satu hingga tujuh.
Sebagian masyarakat Batak percaya bahwa setiap orang hanya mempunyai SATU tondi sementara sebagian lainnya percaya ada tujuh tondi bagi setiap individu. Konsep lain berkaitan dengan tondi adalah BEGU (hantu atau iblis). Begu ialah tondi orang mati. Bukan semua tondi adalah begu . Tondi yang natural tanpa ada kaitan dengan kejahatan dikenal sebagai samaon. Setapak lebih tinggi dari samaon ialah semangat atau debata (sama tahapnya dengan Tuhan) yang bervariasi mengikuti fungsi dan kekuasaannya. Shamanisme - tradisi menurunkan roh atau tondi orang yang sudah mati kedalam tubuh orang lain (yang masih hidup) yang dilakukan semata-mata untuk berkomunikasi dengan roh orang-orang yang sudah mati adalah tradisi yang paling popular di Utara Sumatra. Shaman (orang yang dituruni tondi atau 'si baso') terdiri dari lelaki dan perempuan.
Selanjutnya