Sejak awal abad pertama Masehi, kawasan Barus Raya, yang berada di Pantai Barat Sumatera (Sumatera Utara), diyakini menempati posisi penting dalam sejarah perdagangan internasional. Hasil penelitian dengan pendekatan arkeologi-sejarah (historical archaelogy) di situs Lobu Tua menunjukkan, banyak fakta temuan akhirnya menuntun para ahli pada kesimpulan bahwa kawasan ini telah berperan sebagai pusat bandar niaga internasional selama berabad-abad.
"Temuan artefak arkeologis itu kini telah dikumpulkan-sebagian besar telah dianalisis-pada sebuah rumah yang terletak di Pasar Barus," kata arkeolog senior Prof Dr Hasan Muarif Ambary di Jakarta, Selasa (8/10), berkaitan dengan diselenggarakannya seminar internasional tentang "Peranan Barus Raya sebagai Bandar Internasional Abad I-XVII". Seminar dijadwalkan berlangsung 12-15 Oktober 2002 di Bayt Al Quran & Museum Istiqlal di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
"Mengingat penerbitan hasil penelitian di Barus, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa asing (Inggris dan Perancis), hanya terbatas pada masyarakat akademis, maka kini sudah saatnya hasil penelitian itu diketahui secara luas oleh masyarakat umum," kata Hasan Muarif Ambary, mantan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) yang kini bertindak sebagai pengelola Bayt Al Quran & Museum Istiqlal.
Berita tentang eksistensi Barus sebagai bandar niaga, ditandai oleh sebuah peta kuno abad ke-2 yang dibuat oleh Claudius Ptolemaus, seorang gubernur di Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir. Di sana disebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barossai yang menghasilkan parfum (wewangian), yang dikenal sebagai produsen kapur barus. Komoditas ini sangat disukai dan menjadi komoditas penting untuk kawasan Asia dan Eropa.
Selain pembicara dari dalam negeri (di antaranya Azyumardi Azra, Taufik Abdullah, dan Hasan Muarif Abary), seminar juga menghadirkan pembicara dari luar negeri. Di antaranya, Prof Dr C Guillot dan Prof Dr Ludvick Kalus (Perancis), Dr John N Miksic (Amerika Serikat), dan Prof Dr Nik Hassan Shuhaimi (Brunei Darussalam). (kompas)
Selanjutnya
Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini