Sore hari itu, cuaca mendung mulai menggantung di atas Open Stage Parapat, Simalungun tempat acara pembukaan Pesta Rakyat Danau Toba (PRDT) II yang diselenggarakan Minggu (30/6). Sesekali butiran air hujan mulai membasahi lapangan berpasir putih itu ketika sekitar 105 wanita berkebaya khas lima subetnis Batak yakni Batak Toba, Dairi, Karo, Mandailing, dan Simalungun, ditambah baju adat Jawa, bergegas membentuk barisan koor.Dalam keragaman budaya yang mereka miliki dengan diwakili oleh pakaian yang dikenakan itu, mereka membawakan lagu-lagu tradisional Batak seperti O Tano Batak, Tao Nauli, dan O Tao Natio. Dari koor inilah kemudian muncul semangat bersama untuk menunjukkan bahwa seluruh etnis yang ada di sekitar Danau Toba adalah satu, tidak saling bertikai dan aman. Oleh karena itu, mereka ingin menyampaikan pesan bahwa Danau Toba dan masyarakat di sekitarnya sangat layak untuk dikunjungi.
Tidak kurang dari Hisar Gurning yang mengetuai perhelatan akbar budaya masyarakat Batak tersebut harus meneteskan air mata saat menyaksikan peristiwa itu. Bagi dia koor itu bukan sekedar dendangan lagu biasa, akan tetapi merupakan kerinduan dari masyarakat di sekitar Danau Toba untuk dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun luar negeri.
"Kesatuan masyarakat dari semua etnis yang ada di sekitar Danau Toba sangat nampak dari koor itu serta bagaimana mereka sendiri berinisiatif mempersiapkan pesta ini sejak awal. Masyarakat di sini sudah sangat haus dan merindukan kunjungan," kata Hisar.
***
Memang sejak krisis moneter melanda Indonesia pada 1997, pesta rakyat yang sebelumnya dinamakan Pesta Danau Toba (PDT) itu sempat terhenti dan baru pada tahun 2001 kembali digelar dengan nama yang lain yakni Pesta Rakyat Danau Toba (PRDT) pertama.
Sebelumnya, dengan inisiatif dari pemerintah daerah, pesta budaya dan kesenian terbesar di Sumatera Utara ini pernah berlangsung selama 15 kali berturut-turut setiap tahun dengan nama PDT. "Kali ini sengaja diselenggarakan selama delapan hari agar para pengunjung lebih betah berlama-lama di Danau Toba. Sajian acaranya setiap hari akan selalu berbeda," kata Hisar.
Melihat daftar acara yang dipampang di sebuah sudut dekat Open Stage Parapat, dapat diketahui acara yang digelar sangat kaya dengan pertunjukan budaya tradisional khas Batak bahkan dari Nias sekalipun. Setiap subetnis Batak mendapatkan kesempatan yang sama untuk menampilkan pertunjukan kesenian tradisional mereka pada setiap hari yang berbeda.
Kekayaan pertunjukan kesenian yang ditampilkan sudah tampak pada acara pembukaan PRDT II di lapangan Open Stage Parapat tersebut. Berbagai tarian mulai Tor-tor Somba, Tortor Sipitu Cawan, Tortor Hasuhutan, hingga pencak silat khas Batak yakni Mossak Batak yang dibawakan oleh Yayasan Pusuk Buhit pimpinan guru Sori Mangaraja Sitanggang ditampilkan dalam acara tersebut.
Tidak ketinggalan upacara persembahan Mangalahat Horbo sebagai ungkapan permohonan masyarakat di sekitar Danau Toba agar pesta mereka dapat berjalan lancar juga diselenggarakan dengan diawali oleh tarian Tortor Tunggal Panaluan dari Pomparan Tatea Bulan.
Sebagai ungkapan persatuan yang kuat, setelah Upacara Mangalahat Horbo itu, maka daging kerbau yang menjadi persembahan dibagikan kepada semua pemangku adat Batak, sementara bagian kepalanya diberikan kepada tuan rumah PRDT II yakni Bupati Simalungun John Hugo Silalahi.
"Kualitas acara dari hari ke hari hingga malamnya akan sama. Jadi sebenarnya tidak ada acara puncak, sebab semuanya menarik untuk dinikmati," ujar Hisar.
Berturut-turut sejak hari Senin 1 Juli 2002 hingga acara penutupan pada 7 Juli 2002 ditampilkan pagelaran kesenian daerah Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Nias, Dairi, Pematang Siantar, dan Karo. Tarian Tortor Sawan Pangurason dari Toba Samosir akan mengawali pagelaran seni daerah yang kemudian disusul oleh Tarian Batu Gantung dari Simalungun, Sendratari Dampol Sihuruk dari Tapanuli Utara. Setelah itu juga akan tampil Legenda Eluh-eluh Boru Tinambunan, kemudian tari Lima Serangkaian, Piso Surit, Gundala-gundala, tari Baka, Ermayan, dan Perkolong-kolong dari Karo.
***
Untuk benar-benar menarik wisatawan, Hisar berinisiatif untuk mengundang artis-artis ibu kota untuk meramaikan acara pesta tersebut. Disebutkan salah satunya adalah penyanyi cilik Joshua. "Kebetulan ini liburan anak sekolah, jadi setidaknya mereka akan mengajak orangtuanya untuk menyaksikan Joshua di Danau Toba," ujar Hisar.
Keinginan untuk menarik wisatawan lewat PRDT II dilakukan maksimal, setidaknya semua perlombaan olahraga tradisional seperti Margala, Marsiteka, Martonjol, lomba Solu (sampan) Parsada-sada (perorangan) maupun pardua-dua (ganda) yang biasa diselenggarakan di setiap Pesta Danau Toba tetap diselenggarakan.
Bupati Simalungun John Hugo Silalahi mengatakan, PRDT II dan yang selanjutnya merupakan sebuah proyek padat karya yang dinikmati oleh masyarakat sendiri. Pemerintah Kabupaten sendiri tidak mendapatkan dana tunai langsung untuk kas daerah dari acara tersebut.
"Target Pemerintah Kabupaten Simalungun adalah membuat Indonesia tidak hanya dikenal dengan keberadaan Balinya saja, tetapi bisa dikenal dengan Pesta Rakyat Danau Tobanya serta Danau Toba sendiri pada khususnya. Ini proyek padat karya yang dimiliki oleh rakyat dan hasilnya adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri, bukan untuk pemerintah daerah," kata John. (m02)
Selanjutnya
Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini