Breaking News

Angku: Radja Jafar Hutagalung

“Balimo-limo” Budaya Pesisir Sibolga-Tapteng Sambut Ramadhan

25 September 2006 jam 09:37
Sibolga (SIB)
Masyarakat pesisir khususnya yang berdomisili di kawasan Sibolga dan Tapanuli
Tengah (Tapteng) mempunyai budaya tersendiri menyambut sekaligus memasuki bulan suci Ramadhan (puasa-red) yaitu dengan “balimo-limo”. Balimo-limo diambil dari kata limau (artinya rempah-rempah) dan mendapat awalan ber- yang berarti mengerjakan. Kata ini selanjutnya diucapkan dalam bahasa pesisir dengan sebutan balimo-limo.

Bahan untuk balimo-limo terdiri dari rempah-rempah seperti bebungaan yang mengeluarkan bau yang harum seperti mawar, kamboja dan melati di tambah dengan jeruk purut dan dicampur air. Cara pemakainnya meliputi, campuran limau tadi dimasukkan dalam satu tempat seperti ember yang berisi air selanjutnya dibasuhkan ke sekujur tubuh melalui bagian kepala, atau dengan kata lain memandikannya.

Kebanyakan orang memandikan limau di aliran sungai ( atau di tempat air yang mengalir) dan mengenakan pakaian basahan (seperti pakaian mandi di sungai) dengan keyakinan seluruh hal yang buruk dan jelek dalam dirinya ini akan terbuang mengalir bersama air limau tersebut ke tempat jauh. Tokoh masyarakat Sibolga Drs H Radja Jafar Hutagalung yang akrab dipanggil “angku” dalam bincang-bincangnya dengan SIB, Sabtu (23/9) di rumahnya Jalan Lumba-lumba Sibolga menjelaskan, balimo-limo sudah turun temurun dilakukan masyarakat kedua daerah ini, meskipun bukan ajaran agama namun Balimo-limo diyakini sebagai budaya untuk membersihkan diri memasuki era baru yakni memasuki bulan puasa.

Islam, Balimo-limo tidak ada diajarkan dalam agama melainkan budaya pesisir di Pantai Barat, hal ini menjadi kebesaran hati yang lebih mengarah kepada faktor psikologis dengan menanamkan motivasi dalam diri sendiri untuk membersihkan diri sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Secara pribadi, pengakuan angku dirinya sendiri juga melakukan budaya balimo-limo setiap menyambut Ramadhan dan hal ini tidak menyalah ajaran agama. Demikian juga sanak saudara yang mengikuti budaya ini didukung sebagai motivasi membersihkan diri menyambut Ramadhan.

Untuk setiap melakukan balimo-limo ini, ia membasuh diri dengan air limau tadi sambil mengucapkan “ Bismilah” dan menghapalkan ayat suci Al-qur’an dari surat Al-anbiya. “Budaya ini hanya dilakukan untuk menyambut Ramadhan tetapi selesai Ramadhan tidak dilakukan lagi,” jelasnya.

Ribuan Warga Ikuti Balimo-limo

Pantauan wartawan, Sabtu (23/9) sore di sejumlah lokasi diadakan balimo-limo di antaranya di aliran Sungai Sarudik, Sungai Sipansihaporas, Sungai Rindu Alam dan Sungai Mela, terlihat ribuan warga terdiri dari anak-anak, remaja dan orang tua tumpah ruah memadati pinggiran sungai untuk melaksanakan budaya ini.

Dari hasil wawancara yang dilakukan wartawan terhadap sejumlah warga yang mengikuti kegiatan ini, ternyata tidak semuanya muslim, ada juga umat non-muslim berbaur bersama di lokasi tersebut.

Seperti halnya pengakuan Ricard Simatupang (20), Maria br Tobing (20) dan Donald Pasaribu (21) ketiganya penduduk Sibolga Sambas mengungkapkan, dirinya ikut balimo-limo untuk menemani tetangganya yang muslim karena kegiatan ini menurutnya menyenangkan dan sangat berkesan. “Biasanya kami akan mendapat kenalan baru di sini dan kegiatan ini hanya setahun sekali,” akunya.
Selanjutnya

Nappuna Blog
Sejarah Batak
Sejarah Batak II
Kesultanan Batak
Sejarah Pakkat (Rambe)
Dinasti-dinasti Batak
Arsip Bakkara
Guru Patimpus
Pendidikan Batak
Simalungun
Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini