Breaking News

Sejarah Para Sultan di Labuhan Batu

Sebelum penjajahan Belanda memasuki daerah Labuhanbatu, sistem pemerintahan Labuhanbatu bersifat monarkhi yang Kepala Pemerintahan disebut Sultan atau Raja yang dibantu oleh seorang bergelar Bendahara Paduka Sri Maharaja yang bertugas sebagai Kepala Pemerintahan sehari-hari (semacam Perdana Menteri).

Kesultanan yang terdapat di wilayah Kabupaten Labuhanbatu pada waktu itu terdiri dari empat kesultanan, yaitu :

1. Kesultanan Kota Pinang berkedudukan di Kota Pinang
2. Kesultanan Kualuh berkedudukan di Tanjung Pasir
3. Kesultanan Panai berkedudukan di Labuhan Bilik
4. Kesultanan Bilah berkedudukan di Negeri Lama.
5. Ditambah satu Half-Bestuur Kerajaan Kampung Raja berkedudukan di Tanjung Medan

Penjajah Belanda memasuki wilayah Labuhanbatu berkisar tahun 1825, disamping itu ada pula keterangan yang menyatakan setelah selesai Perang Paderi (berkisar tahun 1831). Pada tahun 1861 kesatuan angkatan laut Belanda di bawah pimpinan Bevel Hebee datang ke Kampung Labuhanbatu (di hulu Kota Labuhan Bilik sekarang) melalui sungai Barumun. Kemudian di perkampungan dibangun pelabuhan yang terbuat dari beton sebagai tanda pendaratan persinggahan kapal-kapal berbobot 3000 s/d 5000 ton. Kemudia pada lokasi pelabuhan tersebut berkembang menjadi sebuah perkampungan (desa) yang lebih dikenal dengan nama Pe Labuhanbatu.

Dalam perkembangan selanjutnya, Pemerintahan Kolonial Belanda secara yuridis formal menetapkan Gouvernement Bisluit Nomor 2 tahun 1867 tertanggal 30 September 1867 tentang pembentukan Afdeling Asahan yang meliputi tiga Onder Afdeling, yaitu :

1. Onder Afdeling Batu Bara dengan Ibukota Labuhan Ruku
2. Onder Afdeling Asahan dengan Ibukota Tanjung Balai
3. Onder Afdeling Labuhan Baru dengan Ibukota Kampung Labuhanbatu

Dan secara administratif pemerintahan wilayah Labuhanbatu merupakan bagian dari wilayah Afdeling Asahan yang dipimpin Asisten Residen (Bupati) sedangkan Onder Afdeling dipimpin Contreleur (Wedana).

Pada awalnya Contreleur Labuhanbatu berkedudukan di Kampung Labuhanbatu, kemudian pada tahun 1895 dipindahkan ke Labuhan Bilik, tahun 1924 dipindahkan ke Marbau, tahun 1928 dipindahkan ke Aek Kota Batu dan pada tahun 1932 dipindahkan ke Rantauprapat sampai kemerdekaan diproklamirkan 17 Agustus 1945.

Pada masa Pemerintahan Jepang sistem pemerintahan Zaman Hindia Belanda dilanjutkan dan untuk memonitoring kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Sultan/Raja, pemerintahan Jepang membentuk Tuk Fuku Bunsyuco. Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan dan tepatnya pada tanggal 16 malam 17 Oktober 1945 bertempat di Rumah Dinas Kepala PLN Rantauprapat diadakan rapat untuk pembentukan Komite Nasional Daerah Labuhanbatu sekaligus ditetapkannya Ketua (Abdul Rahman) sebagai Kepala Pemerintahan.