Breaking News

Konglomerat di Balik Ide Prov Tapanuli

20 Sep 06 21:50 WIB
Pemekaran Sumut Kepentingan Segelintir Oknum

P. Sidimpuan, WASPADA Online


Rencana pemekaran Provinsi Sumatera Utara dinilai syarat dengan kepentingan segelintir oknum dan kelompok.

“Isu pemekaran yang digaungkan selama ini bukan murni aspirasi masyarakat arus bawah, tetapi para elit politik yang menunggangi nama rakyat. Jika rencana pemekaran Sumut disosialisasikan dengan jujur kepada rakyat, sudah pasti banyak yang menolak.”

Direktur Eksekutif Yayasan KOMPAK, Timbul Simanungkalit mengungkapkan itu kepada Waspada di Padang Sidimpuan, Rabu (20/9).

Dikatakan, seperti halnya pemberitaan tentang anggota DPRD Sibolga yang menarik dukungan terhadap pembentukan Provinsi Tapanuli. “Kenapa setelah Siborong-borong dijagokan sebagai ibu kota pemekaran, mereka menarik dukungan. Dari situ dapat dilihat adanya kepentingan yang selama ini dibawakan elit politik,” katanya.

Aktivis ini juga menyebutkan, pemekaran bukanlah satu-satunya cara mengembangkan pembangunan daerah. Hal yang perlu diperbaiki adalah kinerja dan keikhlasan dari orang-orang yang ‘melakoni’ pemerintahan.

Dicontohkan, pembangunan di New York, Amerika Serikat. Dimana daerah yang luas dan syarat pembangunan itu hanya dipimpin seorang walikota saja.

“Pemekaran daerah yang terjadi sekarang ini lebih banyak merugikan keuangan negara. Semua daerah baru lebih condong mengharapkan suntikan dana dari pusat. Darimana dana itu diperoleh kalau bukan hasil pinjaman dari luar. Tak ayal, 40 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita hanya untuk membayar hutang ke luar negeri,” kata Timbul.

Dia mengungkapkan, lebih setuju dengan wacana yang diusulkan mantan ketua umum Partai Amanat Nasional, Amin Rais, kalau negera ini lebih baik dibuat Federasi daripada membuat pemekaran. Itupun kalau tujuannya demi kemajuan pembangunan dan mengangkat kesejahteraan rakyat. Karena pemekaran dinilai hanya membuat kelompok-kelompok suku dan etnis sehingga dapat mengurangi nilai rasa nasionalisme.

Otonomi, sebutnya, telah disalah artikan. Selain itu pemberian otonomi oleh pemerintah pusat juga terkesan tidak ikhlas. Ibarat kata pepetah ‘lepas kepala tetapi ekornya dipegang’. Padahal tujuan awal otonomi agar daerah mampu mengurus diri secara spesifik dan bukan berarti pengkavling-kavlingan (pemekaran) wilayah. Pemekaran yang terjadi sekarang juga lebih mengarah kepada bagi-bagi jabatan dan kekuasaan (sharing power) serta memunculkan raja-raja kecil dan komunitasnya.

“Saya yakin, masyarakat tidak diberitahu secara jelas apa dan bagaiman tujuan dari pemekaran Provinsi Tapanuli. Karena jika rencana pemekaran disosialisasikan secara objektif, pasti banyak masyarakat yang menolak,” tegasnya.

Pasalnya, penjelasan yang diberikan kepada masyarakat selama ini hanyalah suatu kebanggan besar semata. “Jika daerah ini jadi provinsi, pembangunan akan pesat dan tingkat kesejahteraan meningkat.” Masyarakat tidak diberitahu berapa mahalnya dana yang diperlukan nantinya dan sudah pasti akan kembali menambah hutang ke luar negeri.

Lebih lanjut timbul berpendapat, pemekaran itu hanyalah untuk gengsi-gengsian saja. Seperti halnya penarikan dukungan anggota DPRD Sibolga. Mungkin selama ini mereka mengira kalau daerahnya menjadi ibukota maka power dan gengsinya akan meningkat.

Setuju Pemekaran

Di tempat terpisah, sejumlah anggota DPRD Tapsel dan Kota P. Sidimpuan setuju dengan pemekaran Sumut. Tetapi dengan tegas menolak bergabung dengan Provinsi Tapanuli.

Mereka mengatakan, akan memperjuangkan pembentukan provinsi baru bernama Provinsi Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) yang nantinya diperkirakan diikuti Kab. Labuhan Batu dan hasil pemekaran wilayahnya.

Untuk itulah DPRD sekarang sangat mendukung pemekaran wilayah Tapsel, Madina dan Labuhan Batu demi untuk memenuhi ambisi pembentukan Prov. Tabagsel. (c20) (sn)


Selanjutnya

Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini