Tel Aviv – Seorang pejabat senior Israel mengungkapkan kemungkinan mengejutkan dalam wawancara dengan The Wall Street Journal: Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dapat menjadi target langsung dalam eskalasi terbaru konflik regional. Ini bukan hanya soal menghentikan program nuklir Teheran, melainkan juga menyentuh inti kekuasaan Republik Islam itu. Meski tidak secara eksplisit menyebut waktu atau rencana operasional, pernyataan ini menandai perubahan strategis yang sangat signifikan dari Israel.
Pernyataan tersebut membuka spekulasi luas di kalangan pengamat internasional mengenai kesiapan Israel untuk memasuki fase konflik yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni menggulingkan struktur kepemimpinan Iran melalui metode pembunuhan presisi tinggi. Langkah semacam itu tidak hanya akan mengguncang Timur Tengah, tetapi juga bisa memicu reaksi global, terutama dari kekuatan besar seperti Rusia, Tiongkok, dan sekutu-sekutu Iran lainnya.
Pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana Israel bisa mengetahui keberadaan dan rutinitas harian seorang tokoh yang sangat tertutup dan dijaga ketat seperti Ayatollah Khamenei. Salah satu kemungkinan besar adalah melalui pemantauan satelit jangka panjang yang dilakukan Israel atas objek-objek vital di Teheran dan Qom, kota-kota penting yang menjadi pusat kekuasaan spiritual dan militer Iran.
Israel dikenal memiliki kemampuan satelit yang mumpuni seperti Ofek dan sistem pengintai militer lainnya yang mampu membaca aktivitas dari ketinggian luar angkasa dengan presisi tinggi. Mereka juga mampu mengidentifikasi pola pergerakan individu, kendaraan, serta sistem pengamanan yang mengelilingi tokoh-tokoh penting Iran.
Kemungkinan kedua, Israel memperoleh pasokan data dari negara-negara mitra seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis yang memiliki jaringan intelijen global. AS secara khusus memiliki rekam jejak panjang dalam memantau Iran, termasuk melalui pangkalan-pangkalan militernya di wilayah Teluk dan pesawat-pesawat intai yang kerap melintas di wilayah perbatasan Iran.
Sumber ketiga yang memungkinkan adalah kerja sama dengan lembaga-lembaga intelijen swasta. Di era modern, perusahaan-perusahaan keamanan dan analisis satelit independen memiliki kemampuan pemantauan yang setara dengan militer negara maju. Beberapa dari mereka bahkan menjual data secara terbatas kepada negara-negara yang memiliki kepentingan khusus, termasuk Israel.
Selain itu, Israel diyakini menerima informasi dari kelompok-kelompok oposisi Iran yang selama ini bersembunyi atau beroperasi di luar negeri. Kelompok seperti Mujahidin-e-Khalq (MEK) maupun elemen oposisi lainnya secara rutin membocorkan informasi dalam upaya menggulingkan rezim ulama Iran.
Jika Israel benar-benar melakukan operasi untuk mengeliminasi Ayatollah Khamenei, maka hal ini akan menjadi pembunuhan politik paling besar sejak tewasnya Jenderal Qassem Soleimani oleh AS tahun 2020. Namun, dampaknya bisa jauh lebih dahsyat karena menyasar kepala negara de facto yang juga simbol spiritual utama Iran.
Pascakematian Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter Mei lalu, Iran tengah berada dalam situasi politik yang sensitif. Jika Khamenei disingkirkan secara paksa, negara itu bisa jatuh ke dalam kekacauan internal, memicu perebutan kekuasaan di antara fraksi-fraksi Garda Revolusi, ulama senior, dan militer reguler.
Dari sisi geopolitik, langkah Israel itu kemungkinan akan memicu pembalasan besar-besaran tidak hanya dari Iran, tetapi juga dari sekutu regional seperti Hizbullah di Lebanon, kelompok-kelompok pro-Iran di Irak dan Suriah, serta milisi Houthi di Yaman yang telah menunjukkan kesetiaan mutlak kepada Teheran.
Tak hanya itu, Rusia dan Tiongkok, yang selama ini menjalin kerja sama strategis dengan Iran, bisa memperkuat tekanan terhadap Israel baik secara diplomatik maupun melalui dukungan militer tidak langsung kepada Iran dan proksinya. Sementara itu, dunia barat akan terbelah dalam menyikapi operasi tersebut.
Masyarakat internasional, terutama PBB, mungkin akan mengecam tindakan semacam itu sebagai pelanggaran hukum internasional dan berbahaya bagi stabilitas global. Namun, Israel kemungkinan akan berdalih bahwa tindakan tersebut merupakan langkah pre-emptive untuk mencegah Iran menjadi negara nuklir.
Di sisi lain, kematian Khamenei secara tidak alamiah bisa membuka celah perubahan politik besar di Iran. Fraksi reformis dan pemuda urban yang selama ini tertekan, bisa bangkit jika sistem teokratis mengalami keretakan. Namun, hal ini juga bisa membuka jalan bagi pemerintahan militer atau faksi ultra-konservatif yang lebih radikal.
Dalam konteks domestik Israel sendiri, serangan terhadap Khamenei bisa meningkatkan popularitas pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang saat ini berada di bawah tekanan atas perang berkepanjangan di Gaza. Namun, langkah itu juga berisiko memicu gelombang teror balasan yang bisa mengenai warga sipil Israel.
Terlepas dari niat dan perencanaan strategis yang matang, keputusan untuk mengincar tokoh seperti Khamenei akan menjadi garis merah yang menandai babak baru dalam sejarah konflik Iran-Israel. Ini bukan sekadar perang bayangan, tetapi bisa menjadi awal dari konflik terbuka regional berskala besar.
Pertanyaan paling penting saat ini adalah: apakah dunia siap menghadapi konsekuensi dari serangan presisi terhadap simbol tertinggi kekuasaan Iran, dan apakah Israel siap menanggung beban geopolitik serta moral dari operasi yang mungkin mengubah peta politik Timur Tengah untuk selamanya.
Dibuat oleh AI