Pariwisata Bonapasogit
Daerah Sumatera Utara memiliki banyak obyek wisata yang sudah terkenal sampai ke manca negara karena keindahan alamnya, walaupun belakangan ini harus diakui jumlah wisatawan sangat jauh berkurang disebabkan oleh beberapa faktor. Terlepas dari masalah tersebut, daerah-daerah yang dimekarkan dengan otonomi daerah “harus” berbenah untuk membenahi obyek-obyek wisata di daerah masing-masing.
Selain alam yang indah sebagai anugerah Tuhan, banyak obyek-obyek yang dapat didesain dan dikembangkan menjadi obyek wisata yang menarik hati orang lain untuk mengunjunginya. Budayawan Sitor Situmorang menyebutkan wisatawan pada umumnya dapat dianggap semacam antropolog dan sosiolog amatiran; ia datang mengunjungi obyek wisata karena tertarik akan kombinasi faktor alam dan kebudayaan. Artinya, wisatawan selain menikmati keindahan alam wisatawan juga ingin menambah pengetahuannya dalam hal sosio kultural yang merupakan spesifikasi sesuatu daerah yang mungkin tidak dimiliki daerah yang lain seperti nilai-nilai budaya, adat istiadat, ritual agama, kesenian, artifak, arsitektur dan lain-lain yang bersifat local genius. Untuk itu sangat diperlukan inovasi dan kreativitas dari para pejabat dalam hal ini yang dibidangi oleh Dinas Pariwisata kebudayaan dan kesenian untuk menciptakan dan mengembangkan nilai-nilai historis yang ada pada suatu daerah.
TOBA SAMOSIR & BONAPASOGIT YANG LAIN
Daerah Toba Samosir harus diakui memiliki panorama alam yang sangat indah dan mempesona, tetapi tanpa pembenahan dengan sentuhan estetika dan artistik tidak akan memiliki kelebihan dengan obyek wisata lain, bahkan mungkin tidak dapat mengimbangi obyek wisata di kota toris Parapat. Dengan demikian para wisatawan kalau hanya ingin menikmati keindahan alam Danau Toba mungkin tidak akan melanjutkan perjalanan ke daerah Toba Samosir Balige karena hanya membuang waktu dan dana. Lalu upaya apa yang akan dilakukan Pemda Tobasa untuk meningkatkan pariwisata di daerah tersebut? Uraian berikut ini adalah merupakan alternatif yaitu mengembangkan potensi dan nilai-nilai budaya daerah.
1. MENDIRIKAN PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI KEBUDAYAAN (PDIK)
PDIK ini sebenarnya adalah mengadopsi apa yang telah dibuat oleh daerah-daerah lain seperti yang telah dibuat Pemda Padang Panjang yang disebut Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau. Bentuk seperti ini sangat perlu didirikan di setiap daerah di Indonesia yang dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi setiap wisatawan yang sengaja (terencana) berkunjung ke daerah obyek wisata.
Sudah saatnya Pemda Tobasa mendirikan Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Tobasa (PDIKT), apakah itu didirikan pada suatu areal tertentu di Balige menyerupai anjungan Daerah Batak Toba di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) atau membenahi suatu perkampungan di salah satu desa di daerah Tobasa yang masih memiliki karakter perkampungan (parhutaan) tradisional. Disini akan ditemukan arsitektur rumah-rumah adat tradisional dengan bentuk ruma dan sopo lengkap dengan ornamen (gorga) yang original pula. Di tempat ini juga akan dijumpai berbagai informasi tentang perkembangan agama (religi) sejarah perjuangan Raja Sisingamangaraja XII yang makamnya ada di Balige. Benda-benda (artifak) seperti benda pakai, hombung, sapa, harpe, hudon toba, sahan, Tongkat Tunggal Panaluan, dan lain-lain.
Berbagai jenis ulos Batak Toba dengan alat-alat tenun beserta dengan penenun yang terampil dan sekaligus memiliki pengetahuan tentang eksistensi ulos. Banyak kelompok akademis harus pulang dengan kecewa dari daerah Tobasa karena tidak menemukan data informasi tentang benda-benda tradisional seperti ulos, peti mati yang disebut rumaruma atau parmualmualan solu bolon tentang fungsi dan makna simbolik bentuk, ornamen yang terdapat pada benda-benda pakai.
Ritus keagamaan khususnya agama tradisional yang masih lestari sampai sekarang dapat dibuat agenda wisata seperti ngaben di Bali, melarung di daerah Jawa, huyak tabuik di Sumatera Barat. Apakah ritus agama Parmalim tidak dapat diagendakan sebagai obyek wisata didaerah Tobasa? Demikian halnya dengan pagelaran Seni Budaya yang dapat dikemas dalam satu paket “Pesta Budaya” menampilkan upacara adat yang sudah langka seperti, mangalahat horbo, martutu aek, visualisasi penggunaan sahan, tongkat tunggal panaluan, opera Batak dengan menggunakan teknologi standar pementasan, dan perlombaan yang digali dari budaya Batak Toba.
2. WISATA ROHANI DENGAN LATAR BELAKANG SEJARAH
Mungkin belum banyak orang mengetahui bahwa di Kabupaten Tobasa tepatnya di Kecamatan Sigumpar yang baru dimekarkan terdapat makam keluarga IL Nommensen Apostelnya orang Batak. Sementara di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat obyek wisata rohani yang disebut salib kasih di Siatas Barita. Obyek wisata ini luar biasa ramainya dikunjungi para wisatawan lokal bahkan dari manca negara.
Apa daya tariknya? Konon di daerah inilah pertama sekali Nommensen menginjakkan kaki di daerah Batak. Lalu oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Utara dibangunlah tugu salib yang boleh dikatakan cukup spektakuler lengkap dengan penataan pertamanannya dan sampai sekarang masih terus dibenahi. Kenapa gereja yang memiliki latar belakang sejarah perkembangan agama Kristen di daerah Batak Toba dan makam keluarga IL Nommensen di Sigumpar tidak menarik minat para wisatawan berkunjung ke sana? Jawabannya karena tidak ditata secara apik sebagaimana obyek wisata rohani lainnya seperti di bukit Sitinjo di Kabupaten Dairi yang sudah memiliki standar obyek wisata walaupun tanpa memiliki latar belakang sejarah. Lokasi gereja dan makam keluarga IL Nommensen di Tobasa Kecamatan Sigumpar sudah saatnya segera dibenahi menjadi Taman Wisata Rohani dengan standar obyek wisata.
Membangun narasi visualisasi pelayanan IL Nommensen di daerah Batak sampai akhir khayatnya dalam bentuk patung dan relief dengan menerapkan prinsip-prinsip pertamanan dan merupakan satu kesatuan (unity) antara elemen narasi visualisasi pelayanan Nommensen, gereja sebagai tempat beribadah (sudah ada di lokasi), makam keluarga IL Nommensen dengan aura rohani yang tampil beda dengan makam-makam yang ada di daerah Tobasa yang dilatar belakangi pemandangan indah alam Danau Toba.
Tobasa Juga merupakan wilayah pertama di Kerajaan Batal yang memeluk agama Islam.Situs Mesjid di Porsea yang dekat dengan muara sungai asahan, telah berdiri mesjid sejak abad 14-15 yang lalu. Mesjid ini didirikan oleh komunitas pedagang dan saudagar Batak yang berasal dari marga Marpaung.
Kelompok Marga Marpaung inilah yang berjasa menghubungkan pedalaman Batak dengan perkotaan pesisir Timur Sumatera seperti di Asahan dan Tanjung Balai. Produk dan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh daerah pedalaman Batak yang terisolir berhasil dipenuhi oleh kelompok ini.
Di sisi lain, untuk mendukung armada karavan perdagangan ke pesisir, setiap beberapa kilometer dibangun juga mesjid-mesjid persinggahan. Semua situs ini merupakan prospek pariwisata yang sangat menakjubkan bila dihidupkan kembali.
Marga Marpaung dengan generasinya Tuanku Marpaung, berhasil mendirikan kerajaan Asahan yang Islam di daerah pesisir Timur Sumatera.
Situs lain yang tidak kalah penting yang telah berumur berabad-abad adalah mesjid-mesjid di Tarutung. Kelompok Marga Hutagalung yang merupakan saudagar kaya pada abad 14-16 Masehi merupakan kelompok yang pernah membangun puluhan mesjid di Lembah Silindung. Beberapa mesjid itu kemudian dibongkar paksa dan diruntuhkan oleh pemerintah penjajah Belanda dengan tujuan misi kolonial. Warga lokal Hutagalung diusir dari tanah pusaka mereka.
Sebagai bentuk atas jasa para nenk moyang Batak ini, perlu dikembangkan pusat-pusat pengembangan dan penghidupan kembali situs-situs mereka yang sangat berguna dalam pembangunan masyarakat Batak Pra-Kolonial. Situs-situs tersebut merupakan asset Pariwisata yang tidak tertandingi harganya.
HUMBANG HASUNDUTAN
Dari generasi ke generasi lagu “Aek Sibundong” terus berkumandang mengiringi perjalanan hidup masyarakat yang berasal dari daerah Humbahas di bona pasogit maupun di perantauan. Lagu tersebut mengandung thema cinta kasih dengan memaparkan keindahan aliran Sungai Sibundong yang boleh disebut membelah ibukota daerah Humbang Hasundutan yaitu Dolok Sanggul.
Orang yang mendengar alunan irama beserta syair-syair lagu yang sangat menyentuh hati itu pasti penasaran seindah apa sih Aek Sibundong dan daerah Dolok Sanggul itu benarkah seperti pada syair lagu itu? Tunggu dulu! Sebelum dibenahi dengan sungguh-sungguh anda akan kecewa karena kenyataannya airnya sangat keruh dan pinggiran sungai yang ditumbuhi semak belukar. Untuk itu Pemda Kabupaten Humbahas sangat tepat membenahi sungai Sibundong ini menjadi obyek wisata sekaligus memperindah kota Doloksanggul. Mereklamasi sungai tersebut dengan membuat pertamanan dan lampu-lampu hias, membuat tempat rekreasi di beberapa bahagian sungai di sepanjang sungai yang melalui kota Doloksanggul. Kalau mungkin membendung sungai Sibundong menjadi Danau Kecil pada tempat yang sesuai di daerah sekitar Dolok Sanggul.
1. KUDA
Makanan khas daerah Humbahas adalah daging kuda. Sebab itulah pada era tujuh puluhan setiap bus yang berasal dari Doloksanggul yang melalui Toba sampai ke Medan selalu diteriaki (diejek?) “hoda” (kuda). Sebabnya itu tadi, penduduk Humbahas sedikitnya mengkonsumsi dua ekor kuda setiap hari, satu bulan kira-kira 60 ekor, satu tahun 60 ekor x 350 hari = 21.900 ekor. Suatu angka yang fantastik walaupun tidak ada peternakan kuda yang dikelola secara professional di daerah Humbahas.
Berbagai daerah di Indonesia sosok kuda sering digunakan menjadi sarana obyek wisata bukan untuk dikonsumsi, misalnya didaerah istimewa Yogyakarta sampai saat ini “delman” atau yang disebut andong, di daerah Batak Toba disebut Sado masih tetap menjadi ciri khas untuk menunjang pariwisata di daerah tersebut. Di daerah Kabupaten Karo tepatnya di Berastagi, kuda juga digunakan sebagai penunjang industri pariwisata dan di berbagai daerah di Indonesia ini. Pemda Kabupaten Humbahas melalui Dinas Pariwisata harus berfikir dan membuat terobosan baru mengobah paradigma penduduk Humbahas bahwa kuda bukan hanya hewan piaraan yang hanya untuk dimakan tetapi dapat diobah menjadi hewan untuk industri pariwisata. Misalnya mengadakan perlombaan kuda (hoda marsiadu), seperti pernah dilaksanakan di Kabupaten Tapanuli Utara, Siborongborong. Artinya, obyek wisata ini bukanlah hal yang mustahil untuk dibuat dalam program jangka panjang atau jangka pendek. Banyak yang dapat dilaksanakan kegiatan wisata dengan sosok kuda, lomba kuda tercantik (lomba tata rias kuda), lomba kuda beban (hoda boban), penunggang serasi wanita dan pria dan lain-lain.
2. BAKKARA DAN LATAR BELAKANG SEJARAH
Pemandangan alam Bakkara yang terletak di Kabupaten Humbahas memiliki keindahan alam yang tidak kalah indahnya dengan keindahan alam lainnya di pinggiran Danau Toba. Ada keistimewaan keindahan alam di Bakkara dibanding dengan obyek wisata lainnya yaitu alamnya yang masih natural (alamiah) dikelilingi bukit berhutan yang masih “sehat” yang sangat cocok untuk wisatawan yang memiliki hobby menjelajah hutan (tracking). Walaupun daerah Bakkara berada di kaki bukit pinggiran Danau Toba sarana jalan pun sudah dibenahi dan dapat pula dilalui mobil, selain dapat menggunakan perahu-perahu dari berbagai pelabuhan di Danau Toba.
Mungkin tidak banyak lagi orang yang mengetahui khususnya generasi muda bahwa daerah Bakkara adalah suatu tempat yang memiliki sejarah yang sangat penting bagi perjalanan bangsa ini. Sebab, dari daerah inilah berasal Pahlawan Nasional yang sangat gigih mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dari penjajahan Belanda yaitu Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII. Naluri keingintahuan kita akan muncul, dimanakah jelasnya kampung, rumah, istana Raja Sisingamangaraja XII.
Harus kita akui pengabadian nama sebagai penghormatan khususnya kepada Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII sudah banyak dilakukan pemerintah dan tokoh-tokoh orang Batak seperti yang dilakukan bapak DR GM Panggabean dengan seluruh personalnya di dalam naungan organisasi “Lembaga Sisingamangaraja XII”. Banyak kegiatan yang dilaksanakan untuk mengenang dan menghormati jasa Pahlawan Nasional tersebut. Antara lain pemberian nama universitas yaitu Universitas Sisingamangaraja XII yang sudah kesohor itu. Sangat disayangkan, gaung dan aktivitas yang mencakup sampai ke bidang sosial kultural Lembaga Sisingamangaraja itu tidak terdengar lagi pada saat sekarang.
Untuk itu Pemda Kabupaten Humbahas harus tanggap untuk memanfaatkan latar belakang sejarah perjuangan Sisingamangaraja XII sebagai ujung tombak obyek wisata didaerah Bakkara dan merupakan tanggung jawab moral untuk menghormati kepahlawanan Raja Sisingamangaraja XII sebagai Pahlawan Nasional. Banyak obyek wisata yang dapat dikembangkan untuk menarik minat para wisatawan. Selain alamnya yang indah, antara lain melanjutkan pemugaran istana Raja Sisingamangaraja I s/d XII. Mendirikan Laboratorium Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak disamping mendirikan museum Batakologi sebagai visualisasi sejarah perjalanan etnis Batak Toba.
3. KERAJAAN BARUS HULU
Ini juga merupakan potensi pariwisata yang sangat berharga. Kerajaan Barus Hulu yang merupakan pecahan dari Kerajaan Hatorusan Kuno yang berdiri sejak abad ke-10 SM, oleh pendirinya Raja Uti alias Raja Biak-Biak, adalah kerajan lama yang sekarang berada di HUmbahas.
Kerajaan Barus Hulu atau yang disebut Onderafdeling Bhoven Barus, beribukota di Pakkat, oleh pemerintah kolonial Belanda mencakup beberapa Provinsi di antaranya: Negeri Rambe, Negeri Sionomhudon, Negeri Tukka, Negeri Siambaton, Negeri Sijungkang dll, yang sekarang wilayahnya masuk ke Kab. Humbahas
Berdiri sekitas 10-13 Masehi, merupakan kerajaan kuno yang patut dipertahankan prospek sejarahnya. Sehingga para turis akan diberi suguhan Humbahas yang berasal dari peradaban kuno.
Pada abad 16, diketahui Rajanya bernama Sultan Marah Sifat yang berkoalisi dengan Kerajaan Barus Hilir (Di Kab. Tapanuli Tengah sekarang ini), yang dipimpin oleh Sultan Ibrahimsyah Pasaribu, seorang putra Batak yang juga merupakan pecahan dari Kerajaan Hatorusan Kuno.
Selanjutnya
Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini