Breaking News

Tapanuli: Rivalitas Sumba&Tateabulan

Pembentukan Provinsi Tapanuli Dipertanyakan

Laporan Wartawan Kompas Andy Riza Hidayat

MEDAN, KOMPAS--Rencana pembentukan Provinsi Tapanuli dipertanyakan kesiapannya oleh sebagian kalangan akademisi. Mereka menilai rencana itu terlalu tergesa-gesa karena belum ada kesiapan secara politik dan belum melibatkan aspirasi rakyat secara menyeleuruh. Sehingga pembentukan provinsi yang kini terletak di Sumatera Utara bagian barat itu hanya akan memunculkan masalah baru.

”Sudahkah dua hal itu dibangun dan diwacanakan? Apakah cukup membentuk sebuah provinsi hanya berdasarkan garis kultural saja,” tanya Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Hotman Siahaan, Sabtu (19/8) di depan di depan peserta seminar nasional ’Pembentukan Provinsi Tapanuli: Dari dan untuk Siapa’ di Medan.

Menurut Hotman, pembentukan Provinsi Tapanuli paling tidak harus memperhatikan faktor perseturuan budaya antara subkultur Batak yang belum selesai. Selain itu, pemekaran wilayah mesti menghitung adanya perangkat legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan eksekutif (kepala daerah dan dinas-dinasnya).

”Ini masalah teknis yang harus selesai dibicarakan. Namun, pembentukan (provinsi) ini tidak masalah jika untuk kemaslahatan bersama. Menurut saya, tidak bisa sebuah provinsi baru dibentuk hanya ditentukan bentuk keresidenan masa penjajahan Belanda. Jelas ada konteks berbeda antara pembentukan sekarang dengan pembentukan saat zaman Belanda,” tutur Hotman.

Antropolog Universitas Negeri Medan Prof Dr Usman Pelly MA meragukan pembentukan provinsi baru itu tidak semakin memakmurkan daerah tersebut. Sebab, dari kajian yang dilakukan dia orang Tapanuli cenderung lebih suka merantau ke Sumatera Timur. Saat berhasil di perantauan orang Tapanuli enggan kembali ke daerahnya sendiri.

”Tidak ada jaminan setelah adanya pemekaran wilayah orang Tapanuli yang sukses di perantauan kembali ke daerahnya,” tanya Usman. Pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Usman seraya mengatakan, hal kemungkinan besar tidak akan terjadi. Menurut dia, tidak ada kewajiban adat bagi orang Tapanuli membaya pulang harta kekayaan mereka ke kampung halaman.

Usman menuturkan, ada persoalan budaya yang perlu dicairkan antara Tapanuli Selatan dan Utara sebelum rencana pemekaran direalisasikan. Menurut dia, antara Tapanuli Utara dan Selatan mempunyai corak budaya yang berbeda.

Hal itu dimulai sejak masuknya agama samawi Islam dan Kristen ke daerah tersebut. ”Kabupaten-kabupaten di Tapanuli Selatan menyatakan tidak setuju (pemekaran provinsi) tanpa mengemukakan alasan yang rinci,” tutur Usman.

Potensi

Di kesempatan yang sama, Sosiolog Prof Dr Robert Sibarani mengatakan pembentukan daerah di sepanjang pesisir barat Sumatera Utara memiliki potensi budaya dan alam yang cukup.

”Nama Tapanuli sebagai aspek geografis dan Batak sebagai aspek etnisitas telah lama dikenal di republik ini, bahkan telah memiliki hubungan khusus dengan negara lain seperti Jerman,” kata Robert.

Menurut dia, dari semua keresidenan yang ada di Indonesia, sebagian besar telah mekar menjadi provinsi. Artinya, dari sisi historis, di kawasan barat Sumatera Utara pernah ada daerah yang bernama Tapanuli.

Robert menuturkan, Tapanuli memiliki rumpun Bahasa dan Aksara Batak. Sejumlah kekayaan bahasa dan karya tulis itu tersebar banyak museum. Di akhir penyampaianya, Robert mengatakan daerah di Tapanuli mempuyai potensi wisata yang bisa dikembangkakn menjadi wisata budaya dan ekowisata dengan Danau Toba sebagai maskotnya.

Selanjutnya

Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini