Bangun Lawan Sitorus
Awalnya, massa memblokade jalan di sekitar rumah dengan membakar puluhan ban. Akibatnya, api cepat berkobar bahkan nyaris mengenai kabel instalasi listrik. Untung saja, satu unit mobil pemadam kebakaran segera tiba di lokasi dan api berhasil dipadamkan.
Sepanjang kejadian, keluarga Manis Bangun berteriak-teriak histeris dan memohon agar eksekusi tanah ditunda.
Bahkan beberapa di antaranya pingsan dan lima wanita diamankan polisi, beserta seorang Pendeta J David Silalahi karena dianggap sebagai pemicu terjadinya kerusuhan.
Tak terima anggota keluarganya diamankan polisi, massa semakin mengamuk.
"DL Sitorus itu orang kaya. Mungkin itu sebabnya dia bisa menang di pengadilan. Kami sudah 50 tahun menempati rumah ini. Kenapa diabaikan?" teriak massa.
Tetapi Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Medan Masana Karo-karo SH tetap saja membacakan penetapan eksekusi, dengan alasan pihaknya sudah berkali-kali menunda eksekusi atas permintaan keluarga Manis Bangun.
"Proses ini sudah sampai kasasi. Kenyataannya, Manis Bangun dikalahkan dan tanah ini sah milik DL Sitorus. Hanya saja waktu itu, mereka minta penundaan eksekusi sampai September kemarin karena dia sedang sakit. Jadi eksekusi ini memang sudah sah," jelasnya.
Sekadar diketahui, pelaksanaan eksekusi pengosongan terhadap tanah itu sesuai dengan putusan PN Medan, PT Medan dan kasasi di MA pada 14 September 2005. Menurut Manis Bangun, tanah sengketa merupakan miliknya sejak tahun 1956 dan sesuai dengan keterangan surat tanah tanggal 11 September 1973.
Tetapi masalah muncul, karena sekitar tahun 1998, Camat Medan Petisah mengeluarkan sertifikat tanah kepunyaan Manis atas nama Tayat Karsono.
Selanjutnya, Tayat pun menjualnya kepada DL Sitorus. Maka timbullah sengketa antara DL Sitorus dan Manis Bangun. Akhirnya setelah melakukan gugatan, DL Sitorus dinyatakan sah sebagai pemilik tanah, sehingga eksekusi harus dilakukan.