Setelah dua bulan menjadi isu masyarakat, akhirnya pembayaran Rp 1,2 miliar kepada Raja DL Sitorus untuk ganti-rugi Balai Latihan Kerja (BLK) Yaspena diakui oleh Pemkab Tobasa. Transaksi diam-diam ini dinilai DPRD telah melanggar peraturan, sehingga panitia khusus (pansus) pun dibentuk, Rabu (14/2).
Dalam jawaban tertulis Pemkab kepada DPRD, yang ganjilnya tidak diteken Bupati Monang Sitorus melainkan cuma wakilnya Mindo Tua Siagian, diakui bahwa pada 7 Desember 2006 DL Sitorus telah menerima uang Rp 1,2 miliar dari Pemkab. Dana APBD itu dikirim via bank. kuitansi pembayaran diteken Kadis Tenaga Kerja Herrijon Panjaitan mewakili Pemkab dan oleh DL Sitorus sendiri. Sekda Liberty Pasaribu ikut meneken sebagai saksi pada berkas berita acaranya.
Pembelian BLK Yaspena di Kecamatan Lumbanjulu inilah yang menurut DPRD sudah menyalah. "Karena belum tuntas masalah status tanahnya, padahal uang sudah dibayar," kata Mangapul Siahaan dari Fraksi Nasional Demokrasi. Informasi di media, lahan tempat berdirinya gedung BLK adalah kawasan negara, register 91. "Kalau betul register 91, berarti itu illegal," tambah anggota Dewan lainnya, Parulian Gurning.
Gurning memaparkan, pada pembahasan APBD 2006 pihak legislatif menolak rencana Pemkab membeli BLK Yaspena karena dinilai bukan kepentingan mendesak bagi rakyat. Maka uang Rp 1,2 miliar itu pun dialihkan ke pos dana cadangan. "Setelah lama tidak ada kabar, tiba-tiba saat berpidato di depan warga Kecamatan Narumonda, Bupati mengatakan kalau BLK sudah dibayar. Padahal belum ada persetujuan dari DPRD." ujarnya.
Menurut Pemkab, pada November 2006 telah diturunkan tim guna menaksir harga gedung BLK beserta lahannya. Tim terdiri dari 12 orang, antara lain Kadis PUK Rellus Siagian, Kabag Pemerintahan Ombang Siboro, Kasat Intelkam Polres AKP Sembiring dan Kasi Intel Kejari E Malau. Saat itu ikut juga tiga anggota DPRD.
"Ketika itu saya mengatakan, Dewan bukannya tidak setuju ganti-rugi BLK, tapi lengkapi dulu syarat-syarat dan berkasnya. Jadi belum pernah DPRD secara resmi menyetujui pembelian BLK," kata Ketua Komisi II Walton Silaen kepada Global usai rapat kemarin.
Pemkab merilis, harga BLK yang ditaksir tim hampir Rp 1,9 miliar. Tapi karena APBD terbatas, Pemkab berupaya melobi DL Sitorus agar rela melepas BLK dengan harga Rp 1,2 miliar. Penawaran ini dilakukan memakai kop surat resmi Bupati Tobasa, tapi lagi-lagi cuma diteken Wakil Bupati. Jadilah dibayarkan memakai dana cadangan, meski tanpa persetujuan dewan.
Kejanggalan kasus inilah yang mendorong sembilan anggota DPRD mengusulkan dibentuknya pansus. Sidang paripurna khusus pun digelar Rabu kemarin, dipimpin Ketua DPRD Tumpal Sitorus, dengan agenda utama voting. Hasilnya, 15 orang setuju dibentuk pansus BLK, enam tidak setuju, satu abstain, dan tiga orang tidak hadir dalam rapat. Yang menolak pansus antara lain Sabam Simanjuntak, Sabar Silalahi dan Tagor Hutapea
Ketika anggota Dewan yang menolak pansus diminta berdiri, sejumlah warga dan aktivis LSM yang mengikuti sidang berteriak-teriak. "Tandai orangnya! Lihat! Pengkhianat rakyat!" Yang diteriaki cuma terdiam.
Sidang di parlemen kemarin tidak dihadiri satu pun pejabat eksekutif. Bupati, Wakil Bupati, Sekda, para asisten, kadis dan kabag tidak datang. Juga tidak seorang PNS tampak duduk di deretan bangku pengunjung seperti biasanya dalam rapat-rapat paripurna. Kali ini Bupati dan stafnya kompak untuk tidak memenuhi undangan wakil rakyat.